(Sebuah Refleksi Praktik Baik Guru sebagai Penyemai Keragaman dan Pancasila di SMAN 12 Kota Bekasi)
oleh : Endah Priyati, MPd
Ketika
semangat keragaman di sekolah-sekolah kita mulai terancam seperti perilaku
kekerasan atas nama agama dan sikap diskriminatif telah menggejala merasuk
dalam lingkungan, struktur dan sistem pendidikan tentu hal ini sangat
menyedihkan.
Dalam menyikapi implementasi Kurikulum 2013, saya sebagai guru harus berpikir strategis untuk mengembangkan kebebasan yang berfokus pada karya inovatif dan kreatifitas terutama pada Gerakan Literasi Sekolah yang berbasis pada kesadaran menyemai keragaman dan penguatan nilai Pancasila.
Di sekolah, saya menjadi penanggung jawab Gerakan Literasi Sekolah yang setiap hari dilakukan secara tematik 6 aspek literasi yaitu, literasi budaya, sains, digital, finansial, numerasi, dan kebahasaan yang konten narasinya melibatkan para guru bidang studi yang kompeten serta seluruh siswa.
Konten narasi yang disajikan secara berkelompok itu diberi muatan nilai-nilai yang ada pada butir-butir Pancasila serta spirit memahami keragaman yang ditutup dengan refleksi diri terhadap permasalahan faktual yang terjadi berdasarkan data valid dan sumber yang relevan. Setelah itu hasil dari literasi harian diarsipkan untuk dipublikasikan ke website sekolah. Dengan demikian siswa diajak untuk memiliki karakter yang diharapkan seperti jujur, terbuka, kritis, kreatif, komunikatif dan mampu bekerja sama.
Bagi saya, sadar dan sabar adalah kunci kegigihan yang membuat saya pantang menyerah. Setiap kali ada festival atau seleksi lomba apa saja yang berkaitan dengan dunia menulis tema pendidikan saya hampir tak pernah absen. Sampai suatu ketika ada Seleksi Guru Berprestasi dan akhirnya lulus dengan predikat Juara Harapan Tingkat Kota Bekasi. Para siswa pun turut semangat antusias belajarnya ketika selaput kesadaran pentingnya literasi dipahami agar ruang-ruang pikir yang cerdas, pluralis dan mencerahkan bisa terasa manfaatnya.
Model literasi yang sudah dikembangkan di sekolah saya ini sangat mendorong minat baca anak sehingga memiliki pemahaman keragaman dan penguatan nilai Pancasila.
Upaya ini juga bertujuan membumikan Pancasila dengan menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dan membangun kepribadian Pancasila sehingga warga sekolah mampu memegang teguh Pancasila dalam laku kehidupan yang didukung pengalaman belajar yang diperoleh dari proses pembelajaran.
Internalisasi Pancasila yang sudah dilakukan secara berangsur-angsur dengan cara memberi pengetahuan sejarah lahirnya Pancasila, esensi dan makna ajarannya serta memberi penyadaran kontekstual sehingga teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Agar terjadi konsistensi terhadap proses internalisasi Pancasila, maka dibutuhkan upaya pembiasaan, seperti proses penghayatan, ketaatan untuk merealisasikan kemudian ditingkatkan menjadi mentalitas, yaitu terlaksananya kesatuan lahir batin, kesatuan akal budi, rasa, kehendak, sikap dan perbuatan yang menjadi karakter.
Literasi digital yang kini sedang giat disosialisasikan di sekolah saya menjadi perhatian penting mengingat era abad informasi dan teknologi juga menjadi bagian yang melekat dari kehidupan kita. Ketika seorang individu sudah melek literasi digital bisa dilihat dari kemampuan berpikir kritis dan melakukan verifikasi atas setiap informasi atau berita sehingga ketika informasi masuk, maka diupayakan tidak langsung begitu saja percaya dan menerima mentah-mentah tapi dicek terlebih dahulu fakta dan kebenarannya. Dengan demikian informasi atau berita hoax (dusta/bohong) dapat diantisipasi peredarannya.
Secanggih-canggihnya teknologi gadget dan internet, tetap saja merupakan alat yang fungsinya hanya mempermudah akses informasi dan komunikasi manusia. Sentuhan kemanusiaan seperti rasa empati, penghormatan hak orang lain, kecerdasan memahami keanekaragaman suku bangsa, budaya dan agama merupakan jantungnya universitas semesta kehidupan ini. (*)
Penulis adalah Guru Sejarah
SMAN 12 Kota Bekasi dan Pendiri Taman Komik Nusantara. Aktif juga berkegiatan
di Sekolah Guru Kebhinekaan Yayasan Cahaya Guru dan Komunitas SAPU LIDI
(Masyarakat Pendukung Literasi Digital) yang mencegah penyebaran berita hoax di
wilayah Kota Bekasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar