JAKARTA, KABARINDONESIA.CO.ID-Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) mengingatkan
kepada seluruh masyarakat agar berhati-hati terhadap praktik dokteroid, yaitu
melakukan pratek dokter dan kesehatan tetapi sesungguhnya pelaku bukan dokter.
Pernyataan ini disampaikan Ketua Umum PB IDI,
Prof Dr Ilham Oetama Marsis, SpOG, saat membuka
acara diskusi publik bertema: Ancaman Dokteroid bagi Kesehatan Masyarakat, di sekretariat PB IDI, Jakarta, Kamis (01/02/2018).
Marsis
menjelaskan bahwa praktik itu berfokus pada orang bukan dokter, ternyata berani
berperilaku layaknya dokter bahkan ada yang berani buka praktik dan mendirikan klinik
sendiri. Namun lebih dari itu, orang yang layaknya berperilaku dokter
kerap mendapat banyak undangan menjadi narasumber atau pembicara suatu acara
kesehatan, “Padahal, sebenarnya ia tidak punya kompetensi apapun sebagai dokter,”
tuturnya.
"Kami menyebut, seseorang yang
bukan dokter, lalu bertindak sebagaimana dokter (sungguhan) itu namanya
dokteroid. Mungkin istilah ini masih belum banyak di dengar masyarakat
ya," kata Prod Marsis.
Dia melanjutkan untuk menjalankan
praktik kedokteran, seseorang harus punya Surat Tanda Registrasi (STR). Untuk
mendapatkan STR, seseorang harus punya ijazah kedokteran dan sertifikasi
kompetensi, yang diterbitkan Kolegium (bagian dari IDI).
Dalam kasus dokteroid, Marsis
memberikan contoh kasus yang pernah terjadi Mei 2017, dokter kecantikan palsu, saat
aparat keamanan mengamankan seorang pelaku yang berpraktik di toilet sebuah
mall di Jakarta Pusat.
"Kemudian Juni 2017 lalu. Kami
juga mendengar ramai di pemberitaan kasus Jeng Ana, yang memberikan pendapat
medis dan memeriksa pasien. Padahal, yang bersangkutan tidak punya kompetensi
pada bidang (kedokteran)," tambah Marsis.
Ada pula kasus dokteroid di
Tangerang baru-baru ini. Kasusnya pun masih dalam pengadilan, contoh ini
disebutkan oleh Sekjen IDI Wilayah Banten, Dr Hadi Wijaya. "Jadi, ada
dokter yang menginfus pasien di rumah. Yang jadi permasalahan, pasien yang
diinfus itu meninggal. Ya, orang itu ternyata bukan dokter (sungguhan),"
tutur Hadi.
Praktek dokteroid kudu mendapat perhatian
besar. Sebab, jika terjadi kesahan diagnosa, hal itu dapat berujung fatal bagi
pasien. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memberikan kiat-kiat bagi
pasien agar tidak terkena praktek berbahaya dari dokteroid.
Sekretariat Jenderal IDI, dr Adib
Khumaidi, Sp.OK mengatakan, salah satu langkah yang bisa dilakukan pertama kali
adalah mengetahui asal-usul dokter tersebut. "Apakah betul dokter yang
menangani Anda itu dokter betulan? Karena tidak semua yang berjas putih adalah
dokter, cek lagi," tegas dia menambahkan.
Adib bilang, untuk mengecek apakah
dokter terkait asli atau palsu, dapat dilakukan melalui situs resmi IDI
www.idionline.org dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) www.kki.go.id. Jika
nama dokter tersebut terdaftar di dua situs tersebut, maka dapat dipastikan dia
merupakan anggota IDI dan memilki surat tanda dan registrasi (STR).
STR merupakan tanda dokter yang
dapat berpraktek secara sah di Indonesia. "Jika sudah memilki STR, KKI
bisa bertanggungjawab jika dokter tersebut melakukan kesalahan," jelas
Abdi.
"Adapun cara mengeceknya lewat
situ web IDI dengan mengklik kolom tentang IDI di halaman utama, lalu pilih
daftar anggota dan masukan nama dokter yang dimaksud, nanti terlihat jelas
keterangan dan fotonya," tambahnya.
Saat ini, IDI tengah menaruh
perhatian besar terkait fenomena dokteroid. Pasalnya, dalam hal pengawasan dan
pembinaan yang dilakukan, IDI menemukan seseorang yang tidak memilki ijazah
serta kompetensi dokter namun memberanikan diri untuk menjalankan praktek
kedokteran.
Padahal, di dalam UU syarat praktek
kedokteran adalah harus memilki STR yang diterbitkan oleh KKI. Sedangkan untuk
mendapatkan STR seseorang harus memiliki ijazah dokter yang diterbitkan oleh
Fakultas Kedokteran dan juga memiliki sertifikat kompetensi yang diterbitkan
oleh Kolegium (bagian dari IDI).
IDI melihat kasus doketeroid sebagai
fenomena gunung es, karena masih banyak yang luput dari pengawasan. Apalagi,
sepanjang tahun lalu, terdapat 15 kasus dokteroid yang telah ditangani aparat penegak hukum. (pr/ps)
KETERANGAN FOTO:
1. Ketua Umum
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof.
Dr Ilham Oetama
Marsis, SpOG sedang diwawancara wartawati
BBC, pada acara diskusi public: Ancaman Dokteroid bagi Kesehatan Masyarakat, di sekretariat
PB IDI, Jakarta, Kamis (01/02/2018).
2. Suasana diskusi
di sekretariat PB IDI, Jakarta, Kamis (01/02/2018), dengan topic: Ancaman
Dokteroid bagi Kesehatan Masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar